ISTILAH-ISTILAH DALAM BATIK
KUDUS MOTIF BULUSAN (Kajian Semantik)
Oleh : Sabbihisma Debby S. (2601413108)
A. Pendahuluan
Batik, salah satu ikon Indonesia yang mendunia. Batik
adalah kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan cara menuliskan malam pada kain tersebut. Pengolahannya
diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai
keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang
terkait, telah ditetapkan sebagai warisan kemanusiaan oleh UNESCO.
Batik memiliki motif yang berbeda-beda pada setiap daerah.
Setiap motif pasti memiliki sejarah dan filosofinya, sebagai contoh yakni batik
Kudus.
Batik Kudus sebagai produk lokal Kudus, hingga kini telah
memiliki koleksi sebanyak 160 motif khas Kudus. Batik Kudus memiliki keunikan
pada peranakannya yang halus dan kaya akan isiannya yang rumit. Contohnya
yaitu batik Bulusan. Batik Bulusan adalah motif batik khas Kota
Kudus, Jawa Tengah. Batik ini mengisahkan sejarah salah satu tradisi khas
Kudus, yaitu Bulusan.
Motif Bulusan
yang sangat khas ini memiliki filosofi di tiap gambar motifnya, di antaranya
yaitu, gambar kura-kura, Sunan Muria, pohon gayam
dan masih banyak lagi. Selain filosofi, tiap-tiap gambar motif memiliki istilah-istilah
tersendiri dalam bahasa Jawa.
Istilah-istilah tersebut memiliki makna secara leksikal
dan kultural, maka dari itu makalah ini akan membahas istilah-istilah dalam
batik Kudus motif Bulusan serta makan
leksikal dan kulturalnya.
B. Landasan Teori
Batik adalah kerajinan
yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia
(khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian,
sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif
perempuan.
Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai
pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas,
dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu, namun batik
pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan para
penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga
memopulerkan corak phoenix. Bangsa
Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bunga. Corak
ini sebelumnya tidak dikenal, seperti bunga tulip. Ada pula corak benda-benda
yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna
kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan
coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya
masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk motif
batik Bulusan beserta makna secara
leksikal dan kulturalnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode
ini digunakan untuk mendeskripsikan gambar-gambar motif yang terdapat pada batik
bermotif Bulusan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik wawancara dan observasi.
a. Wawancara
Wawancara adalah proses pemerolehan informasi atau data
dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau narasumber. Proses
wawancara dilakukan secara langsung maupun melalui media telekomunikasi.
Sebelum wawancara dimulai, peneliti terlebih dahulu memberikan daftar
pertanyaan yang akan diajukan.
b. Observasi
Selain wawancara, peneliti juga menggunakan teknik observasi,
yaitu teknik pemerolehan data dengan cara mengamati secara langsung. Hasil
observasi berupa data-data mengenai istilah-istilah bentuk motif batik Bulusan Kudus.
Sumber data dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berasal dari
narasumber utama yakni Bapak Bambang selaku pengrajin batik, sementara sumber
data sekunder berasal dari buku-buku yang relevan terhadap penelitian ini.
Data-data yang akan diambil dari teknik wawancara adalah data
mengenai motif-motif batik, sejarah batik motif Bulusan, serta istilah-istilah dalam motif Bulusan itu sendiri.
1. Sejarah Motif Batik Bulusan
Motif Bulusan
merupakan motif yang diambil dari sejarah terciptanya tradisi Bulusan di Desa Sumber, Kudus, Jawa
Tengah.
Sejarah singkat
mengenai motif ini berawal dari Sunan Muria yang hendak berkunjung ke Sunan
Kudus. Sunan Muria menemukan sekelompok petani yang sedang bekerja di malam
hari. Sunan Muria telah memperingatkan untuk beristirahat karena bercocok tanam
pantas dilakukan di pagi hari bukan malam hari.
Sunan Muria
melewati desa Sumber. Ketika sampai di desa ini, Sunan Muria mendengar suara
aneh seperti suara gemericik air di malam hari. Sunan Muria memerintahkan
sebagian murid yang ikut untuk mencari tahu sumber suara yang terdengar aneh
dan tidak biasa di malam hari. Murid Sunan Muria menemukan sekelompok petani
yang sedang bercocok tanam.
Sunan Muria memberi nasehat pada petani-petani tersebut
agar tidak mengulangi perbuatannya. Beliau menasehati bahwa pekerjaan seperti
bertani, berkebun dan sebagainya, sebaiknya dilakukan di pagi hari. Malam hari
adalah waktu untuk beristirahat, dan tidak boleh bekerja terlalu berlebihan, karena
segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik dan dibenci oleh Allah SWT.
Malam-malam berikutnya, Sunan Muria kembali mengadakan
perjalanan yang melewati daerah Desa Sumber, dan mendengar suara aneh gemericik
seperti sebelumnya. Atas perintah Sunan Muria, petani-petani yang bercocok
tanam di malam hari tersebut dipanggil.
Sunan Muria telah mengingatkan, bahwa pekerjaan itu lebih
tepat dilakukan di pagi hari, namun tetap dilakukan di malam hari. Tanpa
sengaja, Sunan Muria berkata bahwa malam-malam berisik dengan gemericik air,
seperti bulus (kura-kura), maka berubahlah
petani-petani itu menjadi bulus
(kura-kura).
Petani-petani tersebut menyesal setelah berubah menjadi
bulus (kura-kura). Sunan Muria menganjurkan untuk hidup di rawa-rawa yang
rimbun, di bawah pohon gayam dan menjadikan akar-akar pohon tersebut
sebagai rumah. (Aini dalam artikelnya berjudul Motfi Batik Bulusan
http://www.muriabatikkudus.com/artikel/motif-legenda-bulusan)
Ada beberapa leksikon dalam batik motif Bulusan, yakni sebagai berikut.
1
Sunan Muria
Leksikon ini digunakan untuk
menyebut salah satu Wali yang terdapat di Kudus.
2
Murid
Leksikon ini digunakan untuk
menyebut anak didik atau murid pesantren milik Sunan Muria.
3
Wit Gayam
Leksikon ini digunakan untuk
mewakili pohon besar dan tinggi yang memiliki akar panjang dan berbentuk
rumah-rumahan.
4
Bulus
Leksikon ini digunakan untuk
menyebut hewan jelmaan petani.
5
Sawah
Leksikon ini digunakan untuk
menyebut ladang.
6
Bulusan
Leksikon ini digunakan untuk
menyebut tradisi dan tempat tinggal bulus
jelmaan tersebut.
7
Banyu Sawah
Leksikon ini digunakan untuk
digunakan untuk menyebut genangan air yang terdapat di sawah, yang dapat
menimbulakan suara gemericik.
8
Isen
Leksikon ini digunakan untuk
mewakili gambar motif yang lain, seperti batu, rumput dan lain-lain.
1.
Sunan Muria
Secara leksikal kata ini
berarti Salah seorang Wali yang berada di Kota Kudus, yaitu Sunan Muria. Secara
kultural gambar motif Sunan Muria
diartikan sebagai Sunan yang semua kata-katanya adalah benar, dan akan menjadi
kenyataan.
2.
Murid
Secara leksikal murid adalah
seorang siswa, atau anak didik. Kata murid dalam motif bulusan ini secara kultural berarti anak didik dari Sunan Muria
yang sedang melakaukan perjalanan bersama Sunan Muria.
3.
Wit Gayam
Wit gayam berasal dari kata wit yang berarti pohon dan gayam. Secara leksikal frasa ini
bermakna pohon gayam, yaitu pohon
yang memiliki buah seperti jengkol. Secara kultural pohon ini diartikan sebagai
rumah bagi bulus (kura-kura).
4.
Bulus
Bulus
secara leksikal berarti kura-kura, yaitu hewan berkaki empat yang dapat hidup
di dua alam. Secara kultural bulus di
sini berarti jelmaan petani yang bekerja di sawah dan menimbulkan suara
gemericik seperti kura-kura.
5.
Sawah
Secara leksikal kata sawah
berarti ladang yang digarap oleh petani. Sawah dalam motif ini secara kultural
memiliki arti tempat di mana terjadinya penjelmaan petani yang bekerja pada
malam hari menjadi seekor bulus yan
disebabkan oleh perkataan Sunan Muria.
6.
Bulusan
Secara leksikal Bulusan berasal dari kata Bulus + (-an) yang berarti tempat bulus, atau tempat seekor bulus. Secara kultural kata bulusan
diartikan sebagai tradisi di mana warga atau masyarakat berbondong-bondong
menjenguk bulus jelmaan tersebut.
Biasanya warga membawa makanan, untuk bulus.
Tradisi ini dilestarikan hingga sekarang, meskipun bulus tersebut sudah tidak ada. Warga biasa memperingatinya dengan
meramaikan daerah di pohon gayam
dengan berjualan.
7.
Banyu Sawah
Banyu sawah
berasal dari kata banyu yaitu air dan
sawah yaitu ladang. Banyu sawah secara leksikal berarti air yang ada di ladang atau
sawah. Secara kultural banyu sawah
diartikan sebagai air gemericik yang menimbulkan suara seperti kura-kura.
8.
Isen
Isen
berasal dari kata isi + (-an) yang berarti sebuah pengisi. Secara kultural isen dalam motif ini diartikan sebagai
pelengkap motif Bulusan. Contohnya,
rumput dan batu.
1.
Batik motif Bulusan
merupakan Batik khas Kudus.
2.
Batik motif Bulusan
merupakan batik dengan motif yang berlatar belakang sejarah tradisi Bulusan di Kudus.
3.
Istilah-istilah pada motif Bulusan ini adalah, Sunan Muria, Murid, Wit Gayam, Bulus,
Bulusan, Sawah, Banyu Sawah, Isen.
4.
Masing-masing istilah dalam motif Bulusan memiliki makna secara leksikal
dan kultural.
1.
Motif Bulusan
dari Kudus ini seharusnya dilestarikan dan disosialisasikan kepada masyarakat.
2.
Motif Bulusan
ini seharusnya dikenalkan kepada generasi muda agar terlestarikan.
F. Daftar Pustaka
www.muriabatikkudus.com/artikel/motif-legenda-bulusan di unduh pada 20 November 2015
Pukul 22.00 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Batik di unduh pada 18 November 2015
di unduh pada 23.30 WIB
Koentjaraningrat.2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta:Rineka
Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar